Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2025

10 Pandai Menjadi Puisi

Gambar
 Pandai Menjadi Puisi    Mari kita lihat penyair dengan imajenasi tinggi. Ia bisa menjadi apa saja seperti apa yang dilakukan chairil Anwar. Ia menjadikan dirinya sosok tokoh yang dicipta. Imajenasi yang tinggi membuatnya mampu dirinya masuk kedalam jiwa puisi itu. Sebuah puisi imajener.    Sebelumnya mari kita cermati Kepiawaian Chairil dalam Mencipta puisi. Demikian hebatnya Chairil menjadi Prajurit Jaga Malam, Chairil tak bicara rokok atau kopi penahan kantuk, tak bicara nyamuk , kelelawar ddan embun dini hari. Chairil pandai menjadi puisi, menjadi dirinya seorang prajurit jaga malam, menusuk pikiran si penjaga malam, dan bersembunyi di hati dalam dada prajurit jaga malam. Chairil memang jempolan. Berikut puisinya: Prajurit Jaga Malam. Chairi Anwar. Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pad...

9. Menuangkan Sejarah di Atas Puisi

Gambar
 Menuangkan Sejarah di Atas Puisi    Menuangkan Sejarah di atas Puisi Puisi juga adalah penerang sejarah yang punah. Pengarangnya ingin agar generasi selanjutnya memahami sejarah masa lalu di negerinya, di daerahnya, atau di desanya. Ia angkat kembali sepanjang ia ketahui agar dapat abadi. Tentu saja dalam bahasa penyair yang dituangkan dalam puisi.    Bahasa penyair adalah bahasa khas penyair itu. Rangkaian kalimat adalah rangkaian hati penyair yang bersih. Sejarah ketengahkan dalam puisi agar mudah dipahami generasi. Sebuah penyelamatan cerita lewat syair.    Anda pernah membaca Syekh Siti Jenar karya Saini KM? Maka jangan lewatkan membaca karya Tajuddinnoor Ganie . Sebuah karya membagi cerita bagi generasi ini. Bentuk syair itu yang menjadi beda. Agar generasi muda menjadi suka. Tentu ini menjadi istimewa manakala putera memahami masa lalu. Berikut puisi Tajuddinnoor Ganie itu: Perang Banjar1596 Tajuddinnoor Ganie Cornelis de Houtman seorang nakhoda...

8. Membangunkan Alam , Benda dan Hewan

Gambar
 Membangunkan Alam , Benda dan Hewan     Puisi sebagai media penyampaian penyair mengungkapkan isi hatinya memiliki cara tersendiri. Kadang tampak jelas tersamar, kadang kamuflase, kadang semu dan kadang menyimpan rahasia.    Adalah Tan Lioe Ie penyair yang pandai membuat pembaca diajak bercengkerama dengan ‘permainan bahasa yang penuh makna sehingga melahirkan puisi yang luas arti dan penuh reka apresiasi. Ia membuat benda , hewan atau alam menjadi hidup seakan bergerak mengiring pikiran pembaca yang sekaligus menemukan makna puisi.    Mari kita lihat puisi dengan penyampaian kata ‘meminjam dari objek alam, benda dan hewan atau apa saja lewat puisi tetapi menjadi hidup. Seakan puisi itu bernyawa. Burung Pematuk Biji Mata Tan Lioe Ie* Burung apa yang bertengger di kepalamu? Sementara kau terus berdoa sambil menghitung biji-biji tasbih dari waktu yang batu. Tiba-tiba terserap kau ke dalam pintu Membuka dan menutup diri Menjadi tua dan lapuk. Aneh, ...

7. Dialektika Cinta

Gambar
 Dialektika Cinta    Cinta adalah puja-puja , pria atau sebaliknya. Cerita-cerita cinta memang segudang buku dari seribu pujangga seakan tiada habisnya digali dari sumur yang kering sekalipun. Puja-puja adalah hal yang wajar dari pemilik cinta. Tetapi kadang nyaris tiada diabai karena tidak mendapat kesamaan pandang.    Puisi-puisi itu seakan warna dari sejenis yang diungkapkan berbeda namun tetap memiliki kekhasan dari penyair ini. Dia potret semua perilaku perempuan dengan kekaguman dari kodratnya yang lemah namun tangguh dan slalu menjadi pelajaran bagi perempuan dan cermin bagi laki-laki.    Puisi ini seperi rindu yang tercecer namun sangat apik kemasannya. Penyair yang memiliki kepiawaian olah pilihan kata. Sehingga rindu yang tercecer itu mampu dijadikan sebuah syair tersendiri yang mampu mengajak dialektika pada pembacanya.    Bicara cinta tanyalah pada Ratna Ayu Budhiarti, penyair yang dapat memberi rasa cinta dengan segala problema y...

6. Memotret Peristiwa Sejarah

Gambar
 Memotret Peristiwa Sejarah    Puisi ibarat rekaman masa lalu. Potret penyair akan peristiwa yang dilihatnya, dialaminya, dimata kepala sendiri. Tangan-tangan penyair mencatat semua itu dengan bahasanya yang penuh pesan. Peristiwa menjadi diingat karna puisi itu dan puisi menjadi prasasti sejarah dari kesaksian penyair.    Anak-anak tidak akan tahu mayat bergelimpangan di jalan antara Kerawang dan Bekasi demi kemerdekaan bangsa ini andai Chairil Anwar tak menulis puisi.    Begitu juga peristiwa lainnya banyak dicatat penyair dalam puisi. Puisi sejarah ini terkadang menjadi terkenal dikarenakan peristiwa yang dilukiskan dalam puisi itu menggugah apresiasi pembaca. Karena itulah puisi menjadi bernilai sejarah.    Mungkin saja berpendapat puisi diperuntukan untuk hadiah seseorang, bingkisan moment tertentu, atau mencatat peristiwa sejarah. Seperti puisi 'Kerawang Bekasi' karya Chairil Anwar itu boleh jadi puisi dengan kandungan nilai sejarah ban...

5. Membawa Puisi Menjadi Hidup

Gambar
 Membawa Puisi Menjadi Hidup    Mari kita telaah bahasa puisi , seringkali kita membaca dua baris kalimat puisi sama arti atau dua bait puisi memiliki arti yang sama. Sajian yang berlebihan tentunya, pengulangan yang sebetulnya tak perlu. Tetapi itu juga dimaklumi andai menyuguhkan kata baru yang memberi kesan seakan bukan pengulangan. Penyair menemukan pilihan kata yang indah untuk dituangkan pada baris kedua padahal sama arti pada bari pertama, atau penyair menemukan pilihan kata baru pada bait yang akan ditulisnya setelah bait pertama seakan memberi puisi itu panjang. Padahal panjang dan pendek puisi belum tentu memberikan kesamaan bahwa puisi panjang memberi pesan panjang juga. Boleh jadi puisi pendek malah memberi pesan yang luas. 'Bulan purnama jatuh di danau malam hari apa beda dengan 'Purnama jatuh di danau . ? Tampa menyebut kata 'bulan , kata 'purnama sudah memberikan arti bahasa puisi yang menyatakan bulan purnama. Kata 'malam hari dalam kalimat itu adala...

4. Buat Gadis yang Datang Pagi Ini, dari Handrawan Nadesul

Gambar
 Buat Gadis yang Datang Pagi Ini, dari Handrawan Nadesul    Baru sampulnya saja sudah menjadi buah bibir pengguna facebook pecinta sastra Indonesia. Itulah antologi “Pergi Berjalan Jauh” karya Handrawan Nadesul. Penulis mengatakan ini buku bagus, bukan karena telah diiyakan oleh para kritikus dan tokoh sastra tetapi juga dari profesi lain seperti wartawan, dramawan, psikolog, dosen seperti  Taufiq Ismail, Alfons Taryadi, Dharnoto, Oei Sien Tjwan, Hamsad Rangkuti, Yudhistira ANM Massardi, Dharmadi, Eka Budianta, Prijono Tjiptoherijanto, Felix Aryadi Joelimar, Adri Darmadji Woko, Radhar Panca Dahana, Ang Tek Khun dan Noorca M Massardi telah memberikan apresiasi luar biasa terhadap antologi bersejarah ini.     Bagi penulis, Pergi Berjalan Jauh adalah lambaian perjalanan perjalanan seorang penyair dalam mengisi hidup penulisnya yang tertuang dalam puisi, bedanya adalah sajian untaian kata-kata yang memiliki ke-khas-an tersendiri yang menjadi ciri penulisny...

3. Kekecewaan, Penyesalan dan Keyakinan Jiwa Kebhinnekaan

Gambar
 Kekecewaan, Penyesalan dan Keyakinan Jiwa Kebhinnekaan    Ali Syamsudin Arsi seorang penyair asal Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah, Prov. Kalimantan Selatan seakan mebuka antologi ini dengan kekhawatiran terhadap negeri dengan terlulis lewat  “Daun-daun di Jendela Perpustakaan Gerimis”   //… -ada libasan bayang-bayang ketika orang-orang berduyun di belakang berebut saling mencengkeram denga jari-jari tajam – kami hilang catatan – negeri ini semakin menuju arah ke curam-curam ketika tebing dengan setia menelentangkan tubuhnya atas keluh dan semua macam resahnya retak-retak embun sampai pecah-pecah cuaca,..//  (Daun-daun di Jendela Perpustakaan Gerimis) bahwa perlunya dokumentasi sejarah di masa sekarang (dibuat januari 2014) dan perlunya pengokohan fundamental anak bangsa yang tidak saja menipis tetapi juga mengkhawatirkan dan bahkan mebahayakan keselamatan bangsa.     Lalu Aloeth Pathi dari Sekarjalak-Pati meberikan pembuka jalan agar sediki...

2. Taufik Ismail Pandai Menjual Puisi

Gambar
 Taufik Ismail Pandai Menjual Puisi    Taufik Ismail pandai menjual puisi. Mari kita perhatikan puisi karya Taufik ini yang berjudul Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini. Judul yang tampak gagah dengan penggunaan kata-kata yang tegas 'Adalah, 'Pemilik, 'Sah dan juga penggunaan kata 'Republik pada saat 1966 itu memang lagi ngetrend.     Judul ini seakan membuat kita pernah diberi pertayaan, setidaklnya : masihkah kita diaku sebagai pemilik republik ini, atau : apakah yang punya republik ini orang-orang tertentu saja? , yuk kita simak puisinya : Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini Karya Taufik Ismail 1966 Tidak ada pilihan lain Kita harus Berjalan terus Karena berhenti atau mundur Berarti hancur Apakah akan kita jual keyakinan kita Dalam pengabdian tanpa harga Akan maukah kita duduk satu meja Dengan para pembunuh tahun yang lalu Dalam setiap kalimat yang berakhiran “Duli Tuanku ?” Tidak ada lagi pilihan lain Kita harus Berjalan terus Kita adalah manusia bermata s...

1. Kepiawaian Chairil dalam Mencipta

Gambar
 Kepiawaian Chairil dalam Mencipta    Demikian Chairil menjadi Prajurit Jaga Malam, Chairil tak bicara rokok atau kopi penahan kantuk, tak bicara nyamuk , kelelawar ddan embun dini hari. Chairil pandai menjadi puisi, menjadi dirinya seorang prajurit jaga malam, menusuk pikiran si penjaga malam, dan bersembunyi di hati dalam dada prajurit jaga malam. Chairil memang jempolan,berikut puisinya: Prajurit Jaga malam  karya Chairil Anwar Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu! (rg bagus warsono 23-8-2015)

Apresiasi Puisi Dari Chairil Sampai Penyair Modern

Gambar
 Kumpulan Esai Rg Bagus Warsono Pengantar  Ternyata puisi itu abadi. Kapan pun dapat menikmatinya, sebagai apresiasi yang juga dapat diungkapkan, seperti dalam buku ini.  Menikmati puisi dahulu dan sekarang ternyata banyak kesamaan. Bedanya cuma pada objek puisi tersebut. Jika pada masa lalu memilih puisi indah itu hanya terdapat pada buku-buku tertentu atau sastrawan sastrawan yang menerbitkan bukunya di penerbitan nasional seperi balai Pustaka, Pustaka Jaya, Dian Rakyat dan Gramedia, kini telah banyak pusi diterbitkan di berbagai penerbitan nasional atau penerbitan dengan publishing. Ternyata keindahan puisi itu banyak jumlahnya dan semakin tak terpantau.  Seiring dengan meningkatnya jumlah penyair di Indonesia adalah bukti bahwa peminat sastra kusus puisi semakin banyak bahkan telah memasyarakat.  Penulis ketegahkan sesuatu yang menarik dan sangat perlu diapresiasi. Bahwa ada di belahan nusantara ini, di pelosok nusantara ini yang mengusung keindahan. Adan pe...