Ulasan Puisi 100 Chairil Anwar Masa Kini (4) Bambang Widiatmoko
Bambang Widiatmoko adalah sastrawan akademika yang tak asing lagi di Indonesia sejak tahun 1980-an. Kali ini memberikan puisinya yang sangat apik yaitu sebuah percakapan ruang batin. Adalah gaya Bambang Widiatmoko dalam puisi imajenernya dengan Chairil Anwar. Tampak puisi ini memberikan nuansa gambaran Chairil di saat masa-masa perjuangan dulu. Pemuda kurus kerempeng yang meyakinkan bahwa Chairil seorang pejuang meski hanya dengan aksara. Dalam puisi itu pula Chairil berkata aku kumbang aku kembang, sebuah baris yang memiliki makna tersirat. Baris baris metafora puisi Bambang memang luar biasa. Pada ia memandang gambar-gambar baliho yang kini terpasang sepanjang jalan Cikini Raya dan pada saat itu pula bayangan Chairil menghilang seakan dia berkata bahwa "Taman punya kita berdua", yang artinya tidak saja pada diri penulisnya (Bambang Widiatmoko)m tetapi juga siapa saja yang membacanya. Jempol untuk Mas Bambang Widiatmoko . (Rg Bagus Warsono)
Bambang Widiatmoko
PERCAKAPAN RUANG BATIN
Dalam pertemuan yang tak perlu dicari tanggal dan tempatnya
Namun telah menjadi napas dalam jiwa bersama
Kita selalu bercakap dalam ruang batin
Tentang semangat yang tak pernah padam
Dan sambil menepuk dada ramping menonjol tulang
Engkau berseru “Aku ingin hidup seribu tahun lagi.”
Kita tentu tak peduli semesta tertawa
Membaca hidup yang dipenuhi metafora
Tapi aku selalu suka, karena itu semangat yang kita miliki
Dan tetap terjaga di sudut jiwa
Seperti saat bertempur tapi tak membawa senjata
“antara Krawang – Bekasi”
Namun engkau tetap memiliki dan meyakini
“Berselempang semangat yang tidak bisa mati.”
Atau kita akan menjadi bagian dari takdir
“Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.”
Kita memang sesama pejalan malam
Menyusuri sudut-sudut jalan dan berhenti di persimpangan
Mencari kata-kata yang terbang bersama kelelawar
Lalu dalam percakapan ruang batin engkau berkata
“Kau kembang, aku kumbang
“Aku kumbang, kau kembang.”
Entahlah, telah memasuki perjalanan usia seabad
Sajak-sajakmu tetap mengikat kuat
Lalu sambil terbata-bata engkau berucap
“Hidup hanya menunda kekalahan.”
Di persimpangan jalan kita berpisah
Namun dalam percakapan ruang batin terasa menjelma
Sajak-sajakmu tertulis di baliho sepanjang jalan Cikini Raya
Dan ketika aku memasuki halaman Taman Ismail Marzuki
Mulutku tercekat, kulihat bayangan tubuhmu sekelebat lewat
Ah, benarkah? “Taman punya kita berdua.”
2022
Bambang Widiatmoko, penyair berasal dari Yogyakarta. Kumpulan puisinya al. Mubeng
Beteng (2020); Kirab (2021). Sajaknya tergabung dalam puluhan antologi bersama al.
Kartini Menurut Saya (2021); Kebaya Bordir untuk Umayah (2021); Mata Air – Air
Mata (2021); Manuskrip Bintoro (2021); Luka Manakarra (2022); Tarian Laut (2022).,
Wasiat Botinglagi (2022). Ikut menulis esai di buku al. Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan (ATL,
2021); Esai dan Kritik Sastra NTT (KKK, 2021); Mencecap Tanda Mendedah Makna (FIB
UI, 2021); Sastra, Pariwisata, Lokalitas (HISKI Bali, 2021); Antologi Kritik Sastra dan Esai
(KKK. 2021). Kumpulan esainya Jalan Cahaya (KKK, 2022).
Label: Ulasan Puisi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda