Selasa, 28 Juni 2022

I. MADE SUANTHA: SUNYI CHAIRIL ANWAR, SERATUS TAHUN PANJANG PUISI ITU MENDIRIKAN RUMAH ABADI

 I. MADE SUANTHA:

SUNYI  CHAIRIL  ANWAR, SERATUS TAHUN PANJANG PUISI ITU MENDIRIKAN RUMAH ABADI.

Prolog:

-  Aku ingin kau melambungkan layangan itu

dan aku mengulurkan tali dari dalam jiwaku -

Menggambar Chairil Anwar, katakata yang purba itu membentuk raut mukanya.

Katakata yang seasam cuka ataukah seharum kelebat kupukupu di antara saripati bungabunga.

Pinanglah puisi sebagai hayati pertualangan.

/1/

Memandangi sinar temaram lampu yang jatuh

di halaman itu. Angin perlahan saja

mendesir. Adakah dahan atau daundaun menahannya

Hingga taksampai sempurna menjadi dingin tubuhmu.

Membacamu, Chairil Anwar yang membisu di setiap tanda baca kalimat itu.

Arah anak panah kadang salah kuterka

   Selalu saja aku tergopoh

memburu tuntunan dari jejak jejak yang kau tinggalkan :"Senja di atas pulau

tercerap di setiap butir butir pasir

seperti buih ombak itu

Dan kau mencatatnya serupa cinta

yang menyempurna di tatanan katakata!"

Membacamu, siapa berlari ke dalam diri

sendiri. Mengurai dingin angin di dalam

sengalan nafas: Bayangan cemara merendah

sampai di ujung rerumputan. Menutupi jejak

setiap jejakmu yang mengakar

di dalam degup jantungku

Seakan cinta beranak pinak dalam kata

katamu dan berakar pada keabadian puisi.

/2/

100 tahun lamanya menjadi pendobrak dan tak harus menjadi presiden penyair seumur hidupnya.

100 tahun menjelang, bulan tetap saja purnama

Almanak berjalan perlahan

: Mendayung bersama dengan masing masing perahu

di jalur yang sama. Mengapa kita merasakan

gerak arus yang berbeda!

Membacamu di seratus tahun kini, serupa

cemara yang melemah itu karena

berat setitik embun yang menggelayut

padanya. Chairil, menari sunyi. Mengitari

bumi. Merotasi dalam diri sendiri. Cinta yang tumbuh

subur dalam kalbu. Atau masih menulis

hening akan sebuah pelabuhan yang mengkaramkan

dayung jukungku.

Hingga seratus tahun lamanya cinta itu

di tempuh. Apa cinta sesempurna pohon kepada tanah

   Apa cinta segairah perahu pada geliat lautan

Juga cinta setulus bulan pada malam.

Berumur seratus tahun, kata mengeja hidup yang terlunta lunta

Pengelana yang mabuk

Mabuk tanda dan isyarat

   Perambah yang gulana. Terlena menerjemahkan 

tanda dan isyarat

dalam puisi. Cahaya yang membinar

sempurna di bagian ruang paling rahsia dari gelap hatiku.

/3/

Berkereta angin dan mabuk, sebelum tujuan sampai kutempuh

Terburu buru saja orang ke orang mencatatkan namanya

pada arah anak panah yang bengkok menunjuk tempuhan

   Tergopoh gopoh hingga tatapan

menjadi buyar di lintas perjalanan.

Berkereta angin. Dan mabuk, serupa daun

yang menguning dan jatuh. Membusuk di sekitar

cerapan akarnya. Akankah paham pada

muasal dari sebuah kelahiran.

Penyair. Semisal polah burung berkicau

   Nyanyian sunyi. Suka/duka

adalah larik larik syair yang sama!

Epilog:

Mengagumi Chairil, adakah katakata yang

paling khianat tertulis sebagai puisi.

Partitur jiwani. Resonansi diri

dari perjalanan menemu

                             Tak menemu.

Sipta Umadika, singapadu Sukawati Gianyar, Juni 2022.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda